Pengalaman Cerita di Balik Meja Kantor, Sejuta Narasi di Balik Meja Kantor Tanpa ada berasa, tahun ini periode dinas saya di kantor saya saat ini telah masuk tahun yang ke-19. Jika semua lancar, insyaallah tahun depannya saya akan terima penghargaan periode kreasi 20 tahun.
Banyak senang dan duka yang saya rasakan sepanjang bekerja di kantor, baik yang tersangkut individu, keluarga, kawan-kawan kerja, dinamika perusahaan atau bermacam kejadian yang lain berlangsung seputar saya. Bila seluruh dicatat kemungkinan dapat capai lebih dari sejuta narasi.
Beberapa masa lalu dan kejadian yang saya ingat sepanjang kerja di Solo diantaranya ialah tiga anak gadis saya semua ialah benih yang tumbuh di Solo, walau yang betul-betul terlahir di Solo cuman anak ke-2 . Anak sulung terlahir di tempat mertua saya di Yogyakarta, sedang yang nomor 3 terlahir di Tulungagung, dua bulan sesudah saya berpindah dari Solo.
Sepanjang bekerja di Solo kedudukan saya ialah kepala sisi, tapi sebab saya masih “culun”, waktu itu saya kerap dikerjai oleh beberapa staff saya. Tujuan mereka baik, tidak untuk menjerumuskan atau mencelakai saya, tapi lebih buat mengetes nyali saya supaya saya lebih cermat dan profesional lakukan pemantauan pada kerja hasil anak buah.
Salah satunya masa lalu pahit yang tidak dapat dilalaikan sepanjang saya bekerja di Solo ialah kejadian 13 Mei 1998, kekacauan masal yang beringas, kejam dan pengacau yang melelehlantakkan semua pojok kota yang umumnya dingin ayem ini. Kejadian kelabu yang berlangsung di sejumlah kota lain ini usai dengan mundurnya Presiden Soeharto dari kedudukan presiden yang sudah digenggamnya sepanjang 32 tahun.
Saat itu saya ada diperjalanan kereta api dari Yogyakarta, kereta tidak langsung bisa ke arah Solo dan sempat ketahan beberapa saat di Klaten. Saat sampai di Solo saat malam hari, kota ini sudah jadi kota mati. Listrik padam, jalanan lengang, toko dan bangunan masih yang menyala-nyala terbakar, disitu-sini banyak tentara berjaga, tidak ada kendaraan umum yang bekerja. Mujur saya mendapatkan tumpangan becak untuk pulang ke rumah dinas saya di wilayah Manahan, itu juga harus lewat lorong-lorong daerah, abang becak tidak berani melalui jalan khusus.
Tahun 1999 sesudah bekerja sepanjang 5,5 tahun di Solo saya di alihkan ke satu kota kecil di Jawa Timur, yakni Tulungagung, ceritanya saya dipilih selaku kepala kantor cabang. Selaku kepala kantor yang mendapatkan porsi rumah dinas di samping kantor, saya harus siap bekerja sepanjang 24 jam dalam satu hari. Bukan hanya layani beberapa masalah kedinasan saja, dan juga harus siap menengahi suami-istri yang akan berpisah, diminta nasihat untuk masalah beberapa anak mereka, diskusi pernikahan, penyakit, permasalahan utang dan lain-lain.
Saya sendiri waktu itu sedang belajar jadi orangtua dengan pengalaman masih 0, kok malahan banyak disuruh nasihat dan panduan oleh beberapa orang yang lebih tua.
Sepanjang bekerja di kota marmer ini, ada satu kejadian celaka yang paling menyedihkan saya. 2 hari mendekati lebaran, karyawan kantor saya yang bekerja ambil uang dari satu bank dirampas di tengah-tengah jalan. Waktu itu saya sekeluarga telah bersiap-sedia pulang ke Yogyakarta untuk rayakan lebaran. Pada akhirnya semuanya yang diperkirakan jadi gagal, dan salah satunya akibatnya karena kejadian itu ialah saya mendapatkan hukuman disiplin sebab dipandang lupa mengurus kantor hingga memunculkan rugi perusahaan.
Di kota pempek ini saya banyak mendapatkan pengalaman baru, baik yang terkait dengan pekerjaan atau beberapa hal lain. Kebenaran waktu itu saya ditaruh dibagian audit intern yang perlu bekerja melakukan pengecekan teratur di beberapa kantor yang daerahnya mencakup Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung, Lampung dan Bengkulu. beberapa kota di 5 provinsi itu telah saya telusuri seluruh, bahkan ke daerah penjuru perdesaannya.
Satu pengalaman “heroik” yang mustahil saya lupakan sepanjang bekerja di Palembang ialah saat saya harus mengecek satu kantor unit yang berada di wilayah transmigrasi di lajur anak sungai Musi. Waktu itu saya harus pulang naik speed boat yang cuman dapat dinaiki tiga orang pada malam hari. Waktu itu arus sungai Musi benar-benar deras, hujan turun cukup lebat, mesin speed boat sempat mati seringkali, setiap berpapasan dengan kapal yang semakin besar speed boat terumbang-ambing seperti ingin kebalik dan yang lebih genting kembali, wilayah itu sejauh ini dikenali selaku wilayah yang riskan dengan pencurian. Sepanjang perjalanan itu mulut saya cuman dapat berkomat-kamit dan berdoa semoga Tuhan selamatkan perjalanan saya.
Sesungguhnya semenjak awalnya bekerja saya mengharap agar tidak ditaruh di ibu-kota Jakarta. Tapi rupanya perusahaan memutus lain, saya harus pergi sebab pada awal pengangkatan jadi karyawan dahulu, saya sudah tanda-tangani surat kesepakatan jika saya mampu ditaruh dimanapun di semua daerah Indonesia.
Awal mula ada di Jakarta saya seperti alami siksaan. Saat berdinas di wilayah dahulu semua serba gampang, rumah dinas ada, transportasi lancar, jam 4 atau 5 sore bisa bergabung dengan keluarga dan lain-lainnya. Sesaat di Jakarta, saya harus cari kontrak sendiri yang harga kontraknya lumayan mahal dan jauh dari kantor juga, saya harus turut berjejal naik KRL yang penumpangnya seperti ikan dipepes atau jika tidak harus ikhlas ada dalam kemacetan sepanjang beberapa jam di semua batas jalanan Jakarta. Disamping itu, saya harus siap pergi pagi dan pulang tengah malam dan lain-lainnya. Sepertinya tidak ada enaknya benar-benar hidup di Jakarta.
saya malahan jadi malas bila harus beralih pekerjaan ke kota lain, walau sebenarnya problem Jakarta dari waktu ke waktu bukanlah lebih nyaman, tapi malahan lebih ruwet.
Macet, berjejal, pergi pagi-pagi, pulang tengah malam dan bermacam persoalan lain di Jakarta ini malahan jadi candu yang makin “asyik” dicicipi. Dan rupanya hati seperti ini bukan hanya saya alami sendiri saja. Banyak rekan yang lain rasakan “kepuasan” sama di Jakarta ini, beberapa rekanan bahkan juga ikhlas terima ragu dari perusahaan sebab menampik dipindah ke kota lain.
Karena sangat cintanya pada Jakarta, mereka sampai ngomong bisa dipindahkan ke kantor mana saja di Indonesia, yang perlu tiap hari masih bisa menyaksikan Tugu Monas. Kurang lebih factor apa ya yang membuat banyak sekali orang demikian kagum dengan Jakarta ini ?
Untuk Pertanyaan, Permintaan Penawaran & Pemesanan Barang Bisa Melalui Telp, WA, Atau Email yang sudah tersedia:
Angkasa Bali Divisi Office Equipmet & Furniture
Telp Marketing HP:
085 100429543 (WA), 081 236193816 (WA), 087 763149152 (WA), & 082 237780345 (WA)
Telp Kantor:
Telp: 0361 894.7611
Fax: 0361 894.7612
Email: sales.angkasabali@gmail.com / akb_oe1@yahoo.co.id
Alamat: Jln. Baja Taki II A No.7, Gatsu Barat, 80117 Denpasar.
Web: https://www.angkasakantor.com/ & https://www.angkasabali.co.id/